MENGURANGI DAMPAK NEGATIF DARI MEDIA ELEKTRONIK
Oleh : Drs. Nurhasyim, MM
(Widyaiswara Madya Kantor Diklat Kab. Banyumas)
Dipublikasikan pada tanggal 05 Maret 2012 di www.diklatbanyumas.net
Pemenuhan kebutuhan manusia akan media berkembang pesat. Hal ini disebabkan adanya suatu anggapan bahwa siapa yang menguasai informasi maka ia yang akan bertahan di tengah arus globalisasi yang kian deras. Selain kebutuhan akan informasi, media juga dapat dijadikan sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia yang lainnya seperti hiburan, membangun hubungan, bahkan kebutuhan yang bersifat rohaniah. Hal tersebut membuat media berperan besar dalam kehidupan manusia atau bahkan mengendalikan kehidupan manusia. Media yang dimaksud tidak hanya terbatas pada media cetak namun juga media elektronik.
Peningkatan teknologi yang ada, membuat media semakin mudah untuk diakses. Kemudahan ini tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa namun juga oleh anak-anak. Fenomena ini tentu saja membawa berbagai dampak bagi anak-anak. Informasi dan pengetahuan melimpah yang didapatkan anak-anak dari media, memang menjadi keuntungan tersendiri. Namun di sisi lain, juga muncul adanya kekhawatiran. Kekhawatiran ini merupakan hal yang wajar, mengingat media sekarang sedang terjebak fundamentalis pasar. Sehingga media lebih mementingkan kebutuhan pasar. Hal tersebut berimbas pada kualitas dari apa yang disajikan oleh media. Media menganggap apa yang disajikan hanya sebagai komoditas belaka. Sajian yang berorientasi pada nilai dan pelajaran moral mulai disingkirkan dan digantikan dengan sajian yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan industri. Banyak orangtua yang secara eksplisit merisaukan kebiasaaan menonton televisi anak-anaknya.
Dampak negatif dari kebiasaan menonton televise tersebut, antara lain menurunnya semangat belajar dan cenderung kurang peduli dengan hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Apakah benar menjadi apatis dalam kehidupan lingkungannya?
Tayangan acara televisi pada umumnya memiliki daya pikat yang membuat anak ketagihan untuk selalu menonton sehingga anak menjadi semakin berkurang waktunya untuk belajar, bersosialisasi, dan mengembangkan potensi diri. Dengan kondisi yang demikian tadi, sudah seharusnya setiap orangtua menjadi waspada dan peduli terhadap masa depan anak-anak. Dapat kita bayangkan bila anak sebagai individu yang masih labil dan mudah terpengaruh, harus mendapat pengaruh negatif dari media. Dalam sebuah teori yang bernama teori Jarum Hipodermik dikemukakan bahwa kekuatan media yang begitu dahsyat, mampu memegang kendali pikiran khalayak yang pasif tak berdaya. Kekuatan media yang mempengaruhi khalayak ini beroperasi seperti jarum suntik, tidak kelihatan namun berefek (Severin Tankard, Jr, 2005: 152). Berdasarkan teori ini dapat kita lihat bahwa sajian negatif yang ada di media dapat mempengaruhi perilaku sang anak.
1. Keluarga sebagai benteng utama
Perhatian khusus mutlak diperlukan untuk meminimalisasi pengaruh media elektronik. Perhatian ini tidak hanya diberikan oleh pemerintah melalui kebijakannya, namun yang lebih penting adalah kontrol dari keluarga. Kontrol keluarga tersebut harus berorientasi pada pencegahan. Sehingga pengaruh negatif tersebut dapat dikurangi sedini mungkin. Namun demikian, banyak cara yang dapat dilakukan oleh orangtua atau kelaurga untuk mengontrol dan melindungi anak-anak dari dampak negatif media elektronik.
Orangtua menyediakan alternatif media yang lebih kecil dampak negatifnya. Salah satu media yang dapat dimanfaatkan adalah radio. Dengan menyalakan radio secara rutin pada waktu yang tepat, selain mata tidak mudah lelah, ada manfaat yang dapat diperoleh, misalnya seseorang dapat belajar untuk mau mendengarkan orang lain dan sekaligus meningkatkan imajinasi.
Ketergantungan anak pada media elektronik terutama tayangan televisi sering kali sulit untuk dibendung. Orangtua dapat meminta secara persuasif untuk menulis hal-hal yang didapatkan dari media. Keluarga harus mengajari anak untuk menjadi aktif dalam menikmati apa yang disajikan media. Misalnya saja ketika menonton acara di televisi, anak dapat diajak untuk menulis apa yang menarik yang ia dapatkan dari acara yang ditonton. Kemudian keluarga dalam hal ini orangtua memberikan catatan dan masukan untuk tulisan tersebut. Cara ini secara tidak langsung meningkatkan kreativitas anak serta kemampuannya dalam berkomunikasi dan bersosialisasi.
Orangtua dan angota keluarga yang lain dapat mencari atau mengadakan kegiatan yang tidak berhubungan dengan media. Misalnya saja mengadakan permainan tradisional atau modern yang diminati anak dengan mengajak pula teman sebanyanya. Pada kesempatan lain, anak bisa diajak berkeliling di sekitar rumah dengan bersepeda, mengajaknya berolahraga atau ikut dalam komunitas latihan seni. Hal ini dikarenakan media seperti televisi, video game, dan internet membuat anak tidak dapat berinteraksi dengan temannya secara maksimal. Anak akan cenderung individualistis dan egois. Langkah ini secara tidak langsung akan mengurangi ketergantungan anak terhadap media elektronik tersebut.
Orang tua tidak bisa begitu saja melarang anak menonton televisi, sehingga harus disediakan pengganti. Untuk itu, beberapa keluarga menyediakan bahan-bahan bacaan dan tempat untuk mengisi waktu senggang. Tempat itu biasa mereka namakan dengan 'perpustakaan keluarga'. Ada yang menjadikan ruang keluarga sekaligus sebagai perpustakaan keluarga. Biasanya di ruang keluarga sudah tersedia meja kecil, sofa, bantal, dan karpet. Sehingga tinggal menyediakan rak dan bahan bacaan. Meskipun di ruang tersebut tersedia pesawat televisi, namun secara bertahap ketergantungan menonton televisi bisa dialihkan ke bahan bacaan
Beberapa keluarga yang telah berhasil mewujudkan sebuah perpustakaan keluarga, telah merasakan ada manfat yang diperoleh. Terlebih ruang yang digunakan berupa ruangan khusus, tidak terlalu luas, namun nyaman. Manfaat yang utama adalah perpustakaan keluarga menjadi tempat berkumpulnya anggota keluarga. Di tempat inilah terjadi interaksi antara sesama anggota keluarga sehingga hubungan orang tua dan anak bisa terjalin lebih dekat. Orang tua menjadi lebih mudah melakukan kontrol pada anak. Anak pun akan lebih mudah atau terbiasa menyampaikan segala isi hatinya pada orang tua. Dengan demikian seorang anak tidak akan mudah ter¬pengaruh terhadap hal-hal negatif dari lingkungannya. Sebagai perpustakaan, tentu di dalam ruang tersebut sarat pula dengan aktivitas membaca. Anak pun kemudian mendapat teladan dari orangtua atau anggota keluarga lainnya untuk memiliki kebiasaan membaca. Dari kebiasaan tersebut, dapat terwujud kebiasaan untuk mendiskusikan dengan orang yang tepat hal-hal yang dibaca atau yang sedang terjadi. Banyak berita di koran atau majalah misalnya, sering kali membuat anak penasaran atau 'menuntut' penje-lasan lebih lanjut. Orang tua merupakan pemberi penjelasan yang paling aman dan tepat karena penjelasan yang diberikan sekaligus mengandung unur edukasi.
2. Perpustakaan keluarga
juga bermanfaat untuk dijadikan tempat menghimpun dengan baik koleksi bacaan dari masing-masing anggota keluarga agar tidak mengalami kesulitan bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Keluarga kemudian juga dapat menjadikan perpustakaan tersebut sebagai tempat belajar. Koleksi yang terhimpun di salah satu perpustakaan keluarga, berawal dari kliping yang berkaitan dengan hobi masing-masing anggota keluarga, seperti resep masakan, mode pakaian, aneka prakarya, gardening, otomotif, dan aplikasi praktis program komputer. Dengan koleksi tersebut, setiap anggota keluarga dapat mencari informasi yang ingin dipraktekkan berkaitan dengan hobi masing-masing. Koleksi kemudian bertambah seiring dengan bertambahnya aktivitas dan kebutuhan. Koleksi menjadi semakin bervariasi dengan buku-buku seperti kamus bergambar, kumpulan dongeng, aneka cerita anak, kumpulan cerpen, novel, manajemen marketing, religi, etiket, psikologi, dan buku ilmiah populer.
Ada dua hal utama yang mendorong keluarga tersebut untuk menghimpun semua koleksi dalam perpustakaan keluarga. Pertama, informasinya yang penting dan unik. Kedua, riwayat atau proses untuk mendapatkan koleksi tersebut, seperti : harus menabung dahulu, harus menghemat pengeluaran, hadiah ulang tahun, hadiah prestasi di sekolah, atau kiriman dari sanak keluarga yang lain. Untuk itulah mereka juga membuat inventarisasi secara sederhana terhadap koleksi perpustakaannya. Setiap koleksi diberi nomor baku secara berurutan untuk mempermudah temu balik. Mereka membubuhkan stempel nama perpustakaan keluarga pada semua koleksi. Pencatatan sederhana juga dilakukan apabila ada orang lain di luar keluarga yang meminjam koleksi terlebih untuk waktu yang relatif lama. Hal-hal tersebut dilakukan sekaligus sebagai upaya melatih diri dalam menghargai segala sesuatu yang sudah diperoleh.
Dampak teknologi informasi sulit untuk dibendung. Memberikan larangan keras kepada anak agar tidak menanon televisi misalnya, bukanlah cara yang bijaksana. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat, sehingga larangan terhadap sesuatu hanya akan membuat anak semakin penasaran. Untuk itu diperlukan pengganti yang lebih menarik, baik berupa benda, keadaan, maupun aktivitas. Berbagai alternatif cara yang ditawarkan dalam meminimalisasi pengaruh media elektronik, yang terpenting adalah teladan. Teladan dari orang tua dan keluarga mampu membuat anak terhindar dari dampak negatif media. Teladan dari orang tua dan keluarga menjadi jawabannya dan akan membuat anak secara cerdas mengetahui hal yang buruk dan baik dari orang-orang yang tepat. Tanpa teladan dari orang tua dan keluarga, berbagai cara yang dilakukan, bagaikan memukul dalam air. Suatu pemandangan yang aneh, apabila orangtua menyuruh anak untuk belajar, yang mau tidak mau harus membaca buku belajaran, sementara orangtua justru asyik menonton acara televisi.
Bisa jadi waktu yang tersedia untuk anak sangat terbatas. Dengan waktu yang terbatas, orangtua bisa mengembangkan kualitas hubungan. Kehadiran orangtua atau kebersamaan keluarga secara berkualitas, dapat meminimalisasi atau bahkan mencegah pengaruh buruk lingkungan termasuk yang bersumber dari media elektronik.
DAFTAR PUSTAKA
- Butler, Pierce (1993). An Introduction to library science, Chicago: The University of Chicago Press.
- Sulistyo-Basuki (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta ; Gramedia
- Suwarno, Wiji (2010). Ilmu Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan, Yogyakarta: Arruz Media