Selasa, 06 Maret 2012

Pelaksanaan Diklat Prajabatan Golongan III Angkatan I dan II Tahun 2012

Pelaksanaan Diklat Prajabatan Golongan III 
Angkatan I dan II Tahun 2012 
Di Kantor Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Banyumas 

Diklat Prajabatan Golongan III Tahun 2012, Angk. I dan II
Pada tanggal 7 Pebruari sampai dengan 1 Maret 2012, di Kantor Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Banyumas diselenggarakan Diklat Prajabatan Golongan III Angkatan I dan II Tahun 2012. Peserta sejumlah 80 orang CPNS Umum di lingkungan pemerintah Kabupaten Banyumas.

Pendaftaran dilaksanakan pada tanggal 6 Pebruari 2012, dan peserta langsung diasramakan. Upacara pembukaan dilaksanakan pada tanggal 7 Pebruari 2012. Pendidikan dan Pelatihan ini dibuka oleh Bupati Banyumas, Drs. Mardjoko, MM, dan dihadiri oleh para pejabat terkait.

Pembelajaran yang Efektif dan Menyenangkan bagi Orang Dewasa

PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DAN MENYENANGKAN BAGI ORANG DEWASA 
Oleh: Drs. Abdurokhman, M.Pd. 
(Widyaiswara Muda Kantor Diklat Kabupaten Banyumas) 
Dipublikasikan di www.diklatbanyumas.net pada tanggal 06 Maret 2012 

Abstract 

Agar pembelajaran efektif perlu dipilih pendekatan yang tepat sesuai latar belakang peserta didik. Orang dewasa belajar untuk memenuhi kebutuhan yang langsung dia hadapi dalam kehidupan ataupun mengatasi masalah yang dia hadapi agar mampu menemukan jalan keluar dari masalah tersebut. Beberapa asumsi yang membedakan pendidikan anak (paedagogik) dan pendidikan orang dewasa (andragogik), yaitu: (1) Konsep diri, (2) Pengalaman, (3) Kesiapan untuk belajar, dan (4) orientasi terhadap belajar. Pembelajaran kontekstual sangat sesuai untuk pembelajaran orang dewasa, karena banyak mengkaitkan pengalaman lama dengan pengalaman baru yang bermanfaat dalam kehidupannya. Pembelajaran efektif perlu dilakukan dalam suasana yang menyenangkan, yang ditandai adanya semangat dan kegembiraan peserta selama belajar.

Karya Tulis Ilmiah selengkapnya, dapat diunduh dalam format PDF.

Silakan KLIK DI SINI untuk MENGUNDUH 
Jika link di atas tidak berfungsi, silakan copy paste link di bawah ini ke dalam browser Anda :
www.diklatbanyumas.net/kti/abdurokhman/andragogy.pdf

Senin, 05 Maret 2012

Persepsi Masyarakat Dalam Pengembangan Profesi Kepustakawanan

PERSEPSI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN PROFESI KEPUSTAKAWANAN 
Oleh: Nurhasyim 
(Widyaiswara Madya Kantor Diklat Kab. Banyumas) 
Dipublikasikan pada tanggal 05 Maret 2012 di www.diklatbanyumas.net 

Librarian
Negara/bangsa bisa dinilai-maju atau tidak dalam peradapan dan kebudayaannya seiring dengan tingkat kecerdasan warga negaranya dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan tempat yang menjadi pusat sumber informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian dan kebudayaan tersebut salah satunya adalah perpustakaan. Dalam Undang-undang no 43 tahun 2007 menyebutkan bahwa perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran dan kemitraan.

Saat ini kita memasuki suatu era yang membawa perubahan besar dalam peradaban manusia. Dengan keunggulan teknologi, nyaris tidak ada lagi penghalang untuk bertukar informasi. Dalam era globalisasi, informasi berperan penting tidak saja dalam hal mendorong pertumbuhan ekonomi, namun juga seringkali dijadikan indikator kemajuan yang meningkatkan daya saing bangsa. Dan perpustakaan adalah gudangnya informasi.

Keunggulan teknologi, nyaris tidak ada lagi penghalang untuk bertukar informasi. Dalam era globalisasi, informasi berperan penting tidak saja dalam hal mendorong kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga sebagai seorang pustakawan harus selalu berkembang dan maju. Dari kemajuan ini apakah sudah dibarengi dengan pemahaman masyarakat tentang kepustakawanan?

1. Posisi dan Peran Perpustakaan
Tidak ada yang memungkiri bahwa perpustakaan memiliki peran dan posisi yang sangat strategis dalam kehidupan seluruh lapisan masyarakat. Perpustakaan merupakan sumber kekuatan, imajinasi, inspirasi untuk berpikir, belajar, bekerja,' berkarya dan berprestasi. Nilai strategis dari perpustakaan seperti tersebut diatas tentunya mengetuk hati kita untuk berperan serta dengan berbuat sesuatu agar perpustakaan lebih berkembang lagi kearah yang lebih baik dimasa-masa yang akan datang. Perkembangan perpustakaan dewasa ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai sarana untuk terus belajar dan mengembangkan wawasan serta pengetahuannya agar hidupnya menjadi semakin cerdas, berkualitas dan mampu berkompetisi dalam percaturan global. Bukan hanya cita-cita pemerintah tapi juga semua masyarakat Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kreatif dan kompetitif dalam peradapan berbasis pengetahuan.

Di daerah masih banyak kawasan yang sangat memerlukan dukungan perpustakaan untuk memperbaiki kualitas hidup warganya. Warga mengakses bahan bacaan untuk menambah pengetahuan di perpustakaan. Kalau kita sepakat bahwa perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat ditentukan oleh meningkatnya taraf kecerdasan warganya, maka kehadiran perpustakaan dalam suatu lingkungan kemasyarakatan niscaya turut berpengaruh terhadap teratasinya -kondisi ketertinggalan masyarakat yang bersangkutan. Kehadiran perpustakaan merupakan tuntutan mutlak bagi tiap masyarakat yang ingin menjadikan warganya bukan saja kaya informasi {weli informed) dan terdidik baik (well educateci), melainkan makin bertambah kecanggihan wawasannya {sophisticated)

Perpustakaan bisa menjadi pusat informasi budaya setempat {locai content). Informasi hasil budaya tersebut bisa disebarkan (disseminasi) melalui perpustakaan, bukan hanya untuk masyarakat setempat tetapi juga untuk masyarakat daerah lain. Hasil budaya seperti kerajinan tangan, home industry atau informasi lain berupa brosur, leaflet dan lain sebagainya bisa di display di perpustakaan. Dalam hal ini perpustakaan bisa bekerjasama dengan berbagai instansi seperti dinas pariwisata. Mindset bahwa perpustakaan hanya berisi koleksi buku hendaknya sudah harus diubah. Bahwa sekarang ini perpustakaan berfungsi sebagai institusi pengembang local konten.

2. Profesi Pustakawan
Dalam perspektif saya. penyandang profesi di bidang perpustakaan dan informasi tidak bisa tinggal diam dalam menghadapi kemajuan di berbagai sektor kehidupan berkat teknologi. Eksistensi informasi dengan keanekaragaman kualitas dan kuantitasnya merupakan bahan baku yang patut disambut secara profesional. Profesi pustakawan termasuk ke dalam profesi yang produk jasanya dapat menyentuh secara langsung kepada semua lapisan masyarakat.

Pustakawan harus menggeser paradigma bahwa profesi ini hanya sebagai penjaga buku atau penjaga layanan yang pasif. Pustakawan harus proaktif dan bertindak seolah-olah sebagai humas pemerintah daerah dalam menyebarkan informasi mengenai daerah tersebut dan juga sebagai pelestari locai content.

DAFTAR PUSTAKA
  • Sudarminingsih, Sri Poernomowati. 2010. Meningkatkan Kualitas Layanan Perpustakaan. Media Pustaka Ed. 3 Juli September 2010. Semarang: Badan Arsip dan perpustakaan pemprov Jateng
  • Sulistyo-Basuki (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta ; Gramedia
  • Suwarno, Wiji (2010). Ilmu Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan, Yogyakarta: Arruz Media
  • Wulandari, Dian. 2010. Sikap Melayani. Buletin Media Pustakawan, vol 17 No. 1 dan 2 Juni 2010. Jakarta: Pusat Pengembangan Pustakawan PNRI. 

Pandangan Masyarakat Terhadap Perpustakaan

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PERPUSTAKAAN 
Oleh : Nurhasyim 
(Widyaiswara Madya Kantor Diklat Kab. Banyumas) 
Dipublikasikan pada tanggal 05 Maret 2012 di www.diklatbanyumas.net 

Perpustakaan bukan merupakan hal yang baru dikalangan masyarakat, dimana-mana telah diselenggarakan perpustakaan, seperti di sekolah-sekolah baik sekolah umum maupun sekolah kejuruan, baik sekolah dasar maupun sekolah menengah. Begitu pula dikantor-kantor bahkan sekarang digalakkan perpustakaan perpustakaan umum baik ditingkat Kabupaten/Kota sampai ke tingkat Desa/Kelurahan.Tetapi walaupun bukan merupakan hal yang baru, masih banyak orang yang memberikan definisi yang salah terhadap perpustakaan. Banyak orang yang mengasosiasikan perpustakaan itu dengan buku-buku belaka sehingga setiap kumpulan buku pada suatu tempat tertentu disebut perpustakaan. Padahal tidak semua kumpulan buku itu dikatakan perpustakaan. Memang, salah satu ciri perpustakaan adalah adanya bahan pustaka atau sering juga disebut koleksi bahan pustaka, tetapi masih ada ciri-ciri lain yang lebih mengarah kepada arti perpustakaan.Perpustakaan tidak hanya sebagai kumpulan buku tanpa ada gunanya, tetapi secara prinsip perpustakaan harus dapat dijadikan atau berfungsi sebagai sumber informasi bagi setiap orang yang membutuhkan.

Karya Tulis Ilmiah selengkapnya, dapat diunduh dalam format PDF.

Silakan KLIK DI SINI untuk MENGUNDUH 
Jika link di atas tidak berfungsi, silakan copy paste link di bawah ini ke dalam browser Anda :
www.diklatbanyumas.net/kti/nurhasyim/pandangan_masyarakat.pdf

Layanan Perpustakaan Dapat Mendukung Pembelajaran Siswa

LAYANAN PERPUSTAKAAN DAPAT MENDUKUNG PEMBELAJARAN SISWA 
Oleh : Nurhasyim 
(Widyaiswara Madya Kantor Diklat Kab. Banyumas) 
Dipublikasikan pada tanggal 05 Maret 2012 di www.diklatbanyumas.net 

Perpustakaan sebagai lembaga public service saat ini mengalami perkembangan amat pesat diharapkan senantiasa mengembangkan diri agar dapat memberikan layanan yang prima dan op¬timal. Seperti diketahui bahwa layanan perpustakaan merupakan ujung tombak dari sejumlah aktivitas yang berlangsung di perpustakaan. Dalam dasa warsa terakhir fungsi dan peranan perpustakaan di bidang pendidikan mulai diperhitungkan terutama dalam kerangka membantu mencerdaskan bangsa maka perlu dikembangkan layanan perpustakaan yang mendukung pendidikan.

Koller, Philip (1997), menyatakan bahwa layanan adalah kegiatan-kegiatan ataupun manfaatmanfaat ataupun kepuasan-kepuasan yang ditawarkan secara bersama-sama dengan pelayanan. Pusat pembinaan pengembangan bahasa (Cet.3), menjelaskan bahwa layanan adalah suatu jasa yang diberikan kepada orang lain dengan harapan orang yang diberi layanan akan merasa puas.

Karya Tulis Ilmiah selengkapnya, dapat diunduh dalam format PDF.

Silakan KLIK DI SINI untuk MENGUNDUH 
Jika link di atas tidak berfungsi, silakan copy paste link di bawah ini ke dalam browser Anda :
www.diklatbanyumas.net/kti/nurhasyim/layanan_perpustakaan.pdf

Mengurangi Dampak Negatif dari Media Elektronik

MENGURANGI DAMPAK NEGATIF DARI MEDIA ELEKTRONIK 
Oleh : Drs. Nurhasyim, MM 
(Widyaiswara Madya Kantor Diklat Kab. Banyumas) 
Dipublikasikan pada tanggal 05 Maret 2012 di www.diklatbanyumas.net 

Pemenuhan kebutuhan manusia akan media berkembang pesat. Hal ini disebabkan adanya suatu anggapan bahwa siapa yang menguasai informasi maka ia yang akan bertahan di tengah arus globalisasi yang kian deras. Selain kebutuhan akan informasi, media juga dapat dijadikan sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia yang lainnya seperti hiburan, membangun hubungan, bahkan kebutuhan yang bersifat rohaniah. Hal tersebut membuat media berperan besar dalam kehidupan manusia atau bahkan mengendalikan kehidupan manusia. Media yang dimaksud tidak hanya terbatas pada media cetak namun juga media elektronik.

Peningkatan teknologi yang ada, membuat media semakin mudah untuk diakses. Kemudahan ini tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa namun juga oleh anak-anak. Fenomena ini tentu saja membawa berbagai dampak bagi anak-anak. Informasi dan pengetahuan melimpah yang didapatkan anak-anak dari media, memang menjadi keuntungan tersendiri. Namun di sisi lain, juga muncul adanya kekhawatiran. Kekhawatiran ini merupakan hal yang wajar, mengingat media sekarang sedang terjebak fundamentalis pasar. Sehingga media lebih mementingkan kebutuhan pasar. Hal tersebut berimbas pada kualitas dari apa yang disajikan oleh media. Media menganggap apa yang disajikan hanya sebagai komoditas belaka. Sajian yang berorientasi pada nilai dan pelajaran moral mulai disingkirkan dan digantikan dengan sajian yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan industri. Banyak orangtua yang secara eksplisit merisaukan kebiasaaan menonton televisi anak-anaknya. 

Dampak negatif dari kebiasaan menonton televise tersebut, antara lain menurunnya semangat belajar dan cenderung kurang peduli dengan hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Apakah benar menjadi apatis dalam kehidupan lingkungannya?

Tayangan acara televisi pada umumnya memiliki daya pikat yang membuat anak ketagihan untuk selalu menonton sehingga anak menjadi semakin berkurang waktunya untuk belajar, bersosialisasi, dan mengembangkan potensi diri. Dengan kondisi yang demikian tadi, sudah seharusnya setiap orangtua menjadi waspada dan peduli terhadap masa depan anak-anak. Dapat kita bayangkan bila anak sebagai individu yang masih labil dan mudah terpengaruh, harus mendapat pengaruh negatif dari media. Dalam sebuah teori yang bernama teori Jarum Hipodermik dikemukakan bahwa kekuatan media yang begitu dahsyat, mampu memegang kendali pikiran khalayak yang pasif tak berdaya. Kekuatan media yang mempengaruhi khalayak ini beroperasi seperti jarum suntik, tidak kelihatan namun berefek (Severin Tankard, Jr, 2005: 152). Berdasarkan teori ini dapat kita lihat bahwa sajian negatif yang ada di media dapat mempengaruhi perilaku sang anak.

1. Keluarga sebagai benteng utama
Perhatian khusus mutlak diperlukan untuk meminimalisasi pengaruh media elektronik. Perhatian ini tidak hanya diberikan oleh pemerintah melalui kebijakannya, namun yang lebih penting adalah kontrol dari keluarga. Kontrol keluarga tersebut harus berorientasi pada pencegahan. Sehingga pengaruh negatif tersebut dapat dikurangi sedini mungkin. Namun demikian, banyak cara yang dapat dilakukan oleh orangtua atau kelaurga untuk mengontrol dan melindungi anak-anak dari dampak negatif media elektronik.

Orangtua menyediakan alternatif media yang lebih kecil dampak negatifnya. Salah satu media yang dapat dimanfaatkan adalah radio. Dengan menyalakan radio secara rutin pada waktu yang tepat, selain mata tidak mudah lelah, ada manfaat yang dapat diperoleh, misalnya seseorang dapat belajar untuk mau mendengarkan orang lain dan sekaligus meningkatkan imajinasi.

Ketergantungan anak pada media elektronik terutama tayangan televisi sering kali sulit untuk dibendung. Orangtua dapat meminta secara persuasif untuk menulis hal-hal yang didapatkan dari media. Keluarga harus mengajari anak untuk menjadi aktif dalam menikmati apa yang disajikan media. Misalnya saja ketika menonton acara di televisi, anak dapat diajak untuk menulis apa yang menarik yang ia dapatkan dari acara yang ditonton. Kemudian keluarga dalam hal ini orangtua memberikan catatan dan masukan untuk tulisan tersebut. Cara ini secara tidak langsung meningkatkan kreativitas anak serta kemampuannya dalam berkomunikasi dan bersosialisasi.

Orangtua dan angota keluarga yang lain dapat mencari atau mengadakan kegiatan yang tidak berhubungan dengan media. Misalnya saja mengadakan permainan tradisional atau modern yang diminati anak dengan mengajak pula teman sebanyanya. Pada kesempatan lain, anak bisa diajak berkeliling di sekitar rumah dengan bersepeda, mengajaknya berolahraga atau ikut dalam komunitas latihan seni. Hal ini dikarenakan media seperti televisi, video game, dan internet membuat anak tidak dapat berinteraksi dengan temannya secara maksimal. Anak akan cenderung individualistis dan egois. Langkah ini secara tidak langsung akan mengurangi ketergantungan anak terhadap media elektronik tersebut.

Orang tua tidak bisa begitu saja melarang anak menonton televisi, sehingga harus disediakan pengganti. Untuk itu, beberapa keluarga menyediakan bahan-bahan bacaan dan tempat untuk mengisi waktu senggang. Tempat itu biasa mereka namakan dengan 'perpustakaan keluarga'. Ada yang menjadikan ruang keluarga sekaligus sebagai perpustakaan keluarga. Biasanya di ruang keluarga sudah tersedia meja kecil, sofa, bantal, dan karpet. Sehingga tinggal menyediakan rak dan bahan bacaan. Meskipun di ruang tersebut tersedia pesawat televisi, namun secara bertahap ketergantungan menonton televisi bisa dialihkan ke bahan bacaan

Beberapa keluarga yang telah berhasil mewujudkan sebuah perpustakaan keluarga, telah merasakan ada manfat yang diperoleh. Terlebih ruang yang digunakan berupa ruangan khusus, tidak terlalu luas, namun nyaman. Manfaat yang utama adalah perpustakaan keluarga menjadi tempat berkumpulnya anggota keluarga. Di tempat inilah terjadi interaksi antara sesama anggota keluarga sehingga hubungan orang tua dan anak bisa terjalin lebih dekat. Orang tua menjadi lebih mudah melakukan kontrol pada anak. Anak pun akan lebih mudah atau terbiasa menyampaikan segala isi hatinya pada orang tua. Dengan demikian seorang anak tidak akan mudah ter¬pengaruh terhadap hal-hal negatif dari lingkungannya. Sebagai perpustakaan, tentu di dalam ruang tersebut sarat pula dengan aktivitas membaca. Anak pun kemudian mendapat teladan dari orangtua atau anggota keluarga lainnya untuk memiliki kebiasaan membaca. Dari kebiasaan tersebut, dapat terwujud kebiasaan untuk mendiskusikan dengan orang yang tepat hal-hal yang dibaca atau yang sedang terjadi. Banyak berita di koran atau majalah misalnya, sering kali membuat anak penasaran atau 'menuntut' penje-lasan lebih lanjut. Orang tua merupakan pemberi penjelasan yang paling aman dan tepat karena penjelasan yang diberikan sekaligus mengandung unur edukasi.

2. Perpustakaan keluarga 
juga bermanfaat untuk dijadikan tempat menghimpun dengan baik koleksi bacaan dari masing-masing anggota keluarga agar tidak mengalami kesulitan bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Keluarga kemudian juga dapat menjadikan perpustakaan tersebut sebagai tempat belajar. Koleksi yang terhimpun di salah satu perpustakaan keluarga, berawal dari kliping yang berkaitan dengan hobi masing-masing anggota keluarga, seperti resep masakan, mode pakaian, aneka prakarya, gardening, otomotif, dan aplikasi praktis program komputer. Dengan koleksi tersebut, setiap anggota keluarga dapat mencari informasi yang ingin dipraktekkan berkaitan dengan hobi masing-masing. Koleksi kemudian bertambah seiring dengan bertambahnya aktivitas dan kebutuhan. Koleksi menjadi semakin bervariasi dengan buku-buku seperti kamus bergambar, kumpulan dongeng, aneka cerita anak, kumpulan cerpen, novel, manajemen marketing, religi, etiket, psikologi, dan buku ilmiah populer.

Ada dua hal utama yang mendorong keluarga tersebut untuk menghimpun semua koleksi dalam perpustakaan keluarga. Pertama, informasinya yang penting dan unik. Kedua, riwayat atau proses untuk mendapatkan koleksi tersebut, seperti : harus menabung dahulu, harus menghemat pengeluaran, hadiah ulang tahun, hadiah prestasi di sekolah, atau kiriman dari sanak keluarga yang lain. Untuk itulah mereka juga membuat inventarisasi secara sederhana terhadap koleksi perpustakaannya. Setiap koleksi diberi nomor baku secara berurutan untuk mempermudah temu balik. Mereka membubuhkan stempel nama perpustakaan keluarga pada semua koleksi. Pencatatan sederhana juga dilakukan apabila ada orang lain di luar keluarga yang meminjam koleksi terlebih untuk waktu yang relatif lama. Hal-hal tersebut dilakukan sekaligus sebagai upaya melatih diri dalam menghargai segala sesuatu yang sudah diperoleh.

Dampak  teknologi informasi sulit untuk dibendung. Memberikan larangan keras kepada anak agar tidak menanon televisi misalnya, bukanlah cara yang bijaksana. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat, sehingga larangan terhadap sesuatu hanya akan membuat anak semakin penasaran. Untuk itu diperlukan pengganti yang lebih menarik, baik berupa benda, keadaan, maupun aktivitas. Berbagai alternatif cara yang ditawarkan dalam meminimalisasi pengaruh media elektronik, yang terpenting adalah teladan. Teladan dari orang tua dan keluarga mampu membuat anak terhindar dari dampak negatif media. Teladan dari orang tua dan keluarga menjadi jawabannya dan akan membuat anak secara cerdas mengetahui hal yang buruk dan baik dari orang-orang yang tepat. Tanpa teladan dari orang tua dan keluarga, berbagai cara yang dilakukan, bagaikan memukul dalam air. Suatu pemandangan yang aneh, apabila orangtua menyuruh anak untuk belajar, yang mau tidak mau harus membaca buku belajaran, sementara orangtua justru asyik menonton acara televisi.

Bisa jadi waktu yang tersedia untuk anak sangat terbatas. Dengan waktu yang terbatas, orangtua bisa mengembangkan kualitas hubungan. Kehadiran orangtua atau kebersamaan keluarga secara berkualitas, dapat meminimalisasi atau bahkan mencegah pengaruh buruk lingkungan termasuk yang bersumber dari media elektronik.

DAFTAR PUSTAKA
  • Butler, Pierce (1993). An Introduction to library science, Chicago: The University of Chicago Press.
  • Sulistyo-Basuki (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta ; Gramedia
  • Suwarno, Wiji (2010). Ilmu Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan, Yogyakarta: Arruz Media

Mengembangkan Koleksi Perpustakaan Digital

MENGEMBANGKAN KOLEKSI PERPUSTAKAAN DIGITAL 
Oleh Nurhasyim 
(Widyaiswara Madya Kantor Diklat Kab. Banyumas) 
Dipublikasikan pada tanggal 05 Maret 2012 di www.diklatbanyumas.net 

Kemajuan perpustakaan tidak pernah lepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Hal ini dikarenakan perpustakaan sangat berkaitan erat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Ketiganya saling mendukung satu dengan lainnya, perpustakaan memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan melalui penyimpan berbagai informasi dan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, sedangkan teknologi informasi memberikan dukungan pada kemudahan akses dan sistem informasi dalam sebuah perpustakaan. Seiring dengan perkembangan ketganya, sekarang ini dikenal adanya perpustakaan digital atau 'digital library' yang mampu menciptakan wadah yang lebih luas lagi bagi hubungan ketiga hal tersebut di atas. Salah satu hal yang saat ini sangat diperhatikan oleh perpustakaan, terutama perpustakaan perguruan tinggi dalam hubungannya dengan perpustakaan digital adalah pengembangan koleksi digital .

Pesatnya  teknologi  dan berkembang teknologi informasi sehingga akan mempermudah manusia dalam melakukan aktifitas, sedangkan dalam dunia perpustakan apa hal ini bisa diwujudkan juga?

Tulisan ini mencoba sedikit memberikan gambaran kepada semua mengenai bagaimana membangun koleksi digital sebagai bagian dari proses pengembangan perpustakaan digital.

Pengertian Koleksi Digital menurut Glossary yang dikeluarkan oleh African Digital Library, yang dimaksud dengan koleksi digital adalah:

"This is an electronic Internet based collection of information that is nor-mally found in hard copy, but converted to a compu-ter compatible format. Digital books seemed somewhat slow to gain popularity, possible because of the quality of many computer screens and the relatively short 'life'of the Internet...."

Singkatnya koleksi digital sebenarnya dapat dipahami sebagai koleksi in¬formasi dalam bentuk elektronik atau digital yang mungkin terdapat juga dalam koleksi cetak, yang dapat diakses secara luas menggunakan media komputer dan sejenisnya. Koleksi digital disini dapat bermacam-macam, dapat berupa buku elektronik, jurnal elektronik, database online, statistik elektronik, dan lain sebagainya.

Membangun koleksi digital tidaklah mudah, perlu sebuah keahlian dan perancangan yang matang. Cleveland (1998) menyampaikan adanya 3 buah metode yang digunakan dalam proses membangun koleksi digital, yaitu:Digitasi merupakan proses alih media dari cetak atau analog ke dalam media digital atau elektronik melalui proses scanning, digital photograph atau teknik lainnya. Proses digitasi ini memerlukan banyak pertimbangan sebelum dilakukan proses digitasi

Hal ini karena proses digitasi biasanya memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Di samping itu dituntut adanya tenaga ahli yang cukup menguasai teknik digitasi ini. Investasi yang diperlukanpun tidak sedikit, karena perpustakaan perlu menyediakan alat dan sarana bagi proses digitasi ini. Satu hal yang cukup penting diperhatikan dalam hal proses digitasi adalah masalah penentuan koleksi atau analisis koleksi. Perpustakaan perlu melakukan skala prioritas koleksi yang harus digitasi dan tidak, hal ini dikarenakan tidak semua koleksi 'dapat' dan perlu di alih mediakan. Beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan bagi perpustakaan untuk melakukan digitasi koleksinya adalah:

1. Kekuatan koleksi 
Sebuah perpustakaan men-jadi pertimbangan bagi perpustakaan itu sendiri untuk melakukan ekspan-si ke dalam format digital.

2. Keunikan koleksi
Apabila perpustakaan hanya mempunyai satu salinan koleksi atau koleksi langka, maka perlu dipikirkan untuk melakukan digitasi terhadap koleksi tersebut. Biasanya koleksi-koleksi yang bernilai sejarah, kuno, langka dan tidak dapat ditemukan di tempat lain menjadi pertimbangan bagi perpustakaan untuk melakukan digitasi.

3. Prioritas bagi komunitas pengguna
Kebutuhan komunitas juga menjadi prioritas tersendiri bagi perpustakaan untuk melakukan digitasi koleksinya. Misal adanya kebutuhan kurikulum dari universitas yang mewajibkan adanya sumber-sumber informasi digital yang diakses oleh mahasiswa melalui perpustakan.

4. Kemampuan staff
Perpustakaan juga harus dapat mempertimbangkan bagaimana kemampuan staff dalam melakukan manajemen koleksi digital, mulai dari penguasaan terhadap teknologi informasi, bagaimana teknis dan prosedur digitasi, hingga bagaimana melakukan pengelolaan dan perawatan koleksi digital hasil digitasi. Hal ini perlu sebagai jaminan kesinambungan pengelolaan dan perancangan koleksi digital di perpustakaan tersebut.

5. Akuisisi karya digital asli
Membangun koleksi digital juga dapat dilakukan dengan cara melakukan pengadaan koleksi melalui penyedia koleksi digital atau database digital baik membeli atau berlangganan. Perpustakaan dapat secara langsung menghubungi penulis atau penerbit untuk mendapatkan hak akses ke dalam sumber informasi digital. Sebagai contoh adalah saat ini banyak sekali perpustakaan perguruan tinggi yang ter'gila-gila' dengan berlangganan database online yang berisi berbagai macam jurnal elektronik maupun artikel elektronik. Melalui database online ini perpustakaan mampu menyediakan koleksi digital yang dapat diakses oleh peng¬guna perpustakaan dalam wilayah area tertentu. Ebscohost dan Proquest adalah dua contoh data-base yang saat ini cukup 'laris' dan menjadi primadona bagi perpustakaan perguruan tinggi yang ingin menyediakan koleksi digital seperti di UGM, UNY, UI, UNIBRAW, UNAIR, USU dan banyak lagi

Sayang sekali pengadaan koleksi digital melalui metode ini cukup 'mahal' bagi kantong perpustakaan yang mempunyai data paspasan. Sebagai contoh satu data base untuk berlangganan per tahun diperlukan dana sekitar 100 juta. Tentu ini tidak terjangkau oleh perpustakaan yang mempunyai dukungan dana minim. Pendanaan memang merupakan faktor yang cukup menghambat bagi pengembangan koleksi digital dengan menggunakan metode berlangganan atau membeli ini.

6. Akses ke sumber eksternal.
Cara atau metode ketiga yang dapat dilakukanadalah dengan mengakses ke sumber lain yang tidak tersedia secara internal. Hal ini bisa dilakukan dengan membuka link atau jaringan ke server yang disediakan oleh rekanan, penerbit atau institusi lain yang mungkin mempu¬nyai kesepakatan dengan perpustakaan. Selain tentunya kita dapat juga menyediakan akses ke sumber eksternal yang disediakan secara gratis. Hal ini banyak juga dilakukan oleh perpustakaan-perpustakaan yakni memberikan fasilitas link ke sumber-sumber informasi penting yang disediakan secara gratis dan sesuai dengan kebutuhan pengguna yang dilayaninya. Penggunaan metode ini sebetulnya cenderung lebih murah akan tetapi mempunyai kelemahan tingkat ketergantungan yang tinggi kepada penyedia informasi digital tersebut.

Permasalahan untuk membangun koleksi digital akan menghadapi berbagai permasalahan, terutama yang berhubungan dengan masalah kebijakan, anggaran, sumber daya, dan hubungan dengan berbagai pihak. Masalah kebijakan ini dapat dilihat dari bagaimana sebetulnya kebijakan institusi dalam mendukung perpustakaan untuk menjalankan perannya. Kemudian juga bagaimana perpustakaan menentukan arah pengembangan koleksi digitalnya, terutama agar tidak melenceng dari apa yang menjadi tujuan awalnya. Sehingga dalam kasus ini analisis kebijakan manajemen, kebutuhan pengguna dan kondisi koleksi menjadi penting untuk menentukan arah pengembangan koleksi digital ini

Masalah anggaran menjadi bagian yang cukup krusial, karena me-mang proses pembangun-an koleksi digital bukan pekerjaan yang 'murah'. Bahkan tidak sedikit yang mematok harga cukup tinggi terhadap berbagai layanan koleksi digital ini. Untuk itu perlu rencana anggaran yang matang dan dukungan dana yang kuat apabila perpustakaan sudah menetapkan untuk melakukan pengembang¬an koleksi digital.Sumberdaya juga menjadi bagian penting dalam membangun koleksi digital. Sumber daya yang minim akan menghasilkan pengembangan koleksi digital yang kurang maksimal. Kemampuan sumber daya terutama sumber daya manusia menjadi kunci penting dalam keberhasilan pembangunan koleksi digital ini. Sumber daya manusia yang menguasai teknologi informasi dan juga alih media menjadi syarat mutlak yang sulit untuk dihindari.Masalah lain adalah hubungan dengan pihak lain. Dalam hal ini adalah bagaimana perpustakaan mampu meningkatkan hubungan dan jaringan dengan berbagai pihak terutama yang mampu menyediakan koleksi digital. Hubungan atau jaringan ini penting karena dalam perpustakaan digital, sering informasi atau koleksi adalah salah satu hal yang membedakan dengan perpustakaan lain¬nya. Masih berhubungan dengan pihak lain, ada satu permasalahan yang cukup menghambat adalah masalah hak cipta. Proses pengembangan koleksi digital sering kali terbentur pada etika dan moral untuk menghargai akan hak cipta seseorang. Untuk itu perlu kiranya perpustakaan melakukan kontak dan hubungan atau paling tidak konfirmasi kepada pihak-pihak yang secara langsung akan 'dirugikan' apabila karyanya digandakan dalam bentuk digital. Mungkin perlu ada aturan atau kesepakatan yang dapat menjembatani kepentingan perpustakaan dan pemegang hak cipta karya.

Semua permasalahan di atas adalah masalah 'biasa' yang apabila direncanakan secara matang pasti bukan merupakan masalah yang cukup berarti bagi perpustakaan untuk mengembangkan koleksi digitalnya.

Perpustakaan yang ingin membangun koleksi digital sudah barang tentu wajib mempertimbangkan banyak faktor penghambat proses pembangunan koleksi digital. Paling tidak harus mempunyai strategi jangka panjang yang dapat mengakomodir segala kebutuhan pengguna tanpa harus merusak hak orang lain. Karena melalui strategi itu juga akan dapat membantu perpustakaan mewujudkan apa yang menjadi harapan lembaga yangmenaunginya dan juga sesuai dengan tujuan keberadaan perpustakaan. Namun pada prinsipnya, pengembangan koleksi digital dapat dilakukan secara bertahap dengan melakukan skala prioritas sehingga sedikit demi sedikit perpustakaan akan mempunyai cukup banyak koleksi digital yang dapat menjadi modal bagi pe-ngembangan 'digital lebrary'.

DAFTAR PUSTAKA
  • Basuki, Sulistyo. (2008). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta, Universitas Terbuka
  • Darjoto, Sri widatun, (1980). Pemakaian Koleksi Secara Bersama Serta Pendayagunaan Informasi teknologi Tepat Guna. Makalah Rapat Kerja Sistem Jaringan Dokumentasi Informasi Teknologi Tepat Guna , ke2, Bandung  . 
  • Purawijaya-Ipon (1980/1981), Serba Serbi Perangkat Pandang Dengar dan Perpustakaan di Indonesia. Analisis Kebudayaan I (3)

Siklus Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

SIKLUS ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT  DAERAH (SKPD) 
Oleh : Goto Kuswanto, S.IP, MM 
(Widyaiswara Madya Kantor Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Banyumas) 
Dipublikasikan di www.diklatbanyumas.net tanggal 05 Maret 2012 

Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan bagian dari sistem keuangan negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. Demikian pula, penyusunan APBD merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pengelolaan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Salah satu sumber pendanaan pembangunan daerah bersumber dari APBN, sehingga proses penyusunan APBD juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Proses penganggaran diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dalam pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah Menteri Dalam Negeri menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengeloaan Keuangan Daerah .

Penganggaran (budgeting) merupakan aktivitas terus menerus dari mulai perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pelaporan dan pemeriksaan. Proses ini dikenal sebagai siklus anggaran ( budgeting cycle). Siklus ini tidak berjalan secara estafet, tetapi mengalami proses yang simultan. Penyusunan anggaran yang disampaikan masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam format Rencana kerja  dan Anggaran (RKA) SKPD harus betul-betul dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta  disusun berdasarkan prestasi kerja.

Karya Tulis Ilmiah selengkapnya, dapat diunduh dalam format PDF.

Silakan KLIK DI SINI untuk MENGUNDUH 
Jika link di atas tidak berfungsi, silakan copy paste link di bawah ini ke dalam browser Anda :
www.diklatbanyumas.net/kti/goto/siklus_anggaran.pdf

Jumat, 02 Maret 2012

Eksistensi Good Governance di Indonesia

Eksistensi Good Governance di Indonesia 
Oleh : Goto Kuswanto, S.IP, MM 
(Widyaiswara Madya Kantor Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Banyumas) 
Dipublikasikan di www.diklatbanyumas.net tanggal 02 Maret 2012 

ABSTRAKSI

Indonesia merupakan salah satu negara didunia yang sedang berjuang dan mendambakan terciptanya good governance. Namun keadaan saat ini menunjukkan bahwa hal tersebut masih sangat jauh dari harapan. Kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja diluar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai. Untuk mencapai good governance dalam tata pemerintahan di Indonesia, maka prinsip-prinsip good governance hendaknya ditegakkan dalam berbagai institusi penting pemerintahan. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka tiga pilarnya  yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil hendaknya saling menjaga, saling support dan berpatisipasi aktif dalam penyelnggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan

Karya Tulis Ilmiah selengkapnya, dapat diunduh dalam format PDF.

Silakan KLIK DI SINI untuk MENGUNDUH 
Jika link di atas tidak berfungsi, silakan copy paste link di bawah ini ke dalam browser Anda :
www.diklatbanyumas.net/kti/goto/good_governance.pdf

Pemanfaatan Media Pembelajaran untuk Meningkatkan Efektivitas Diklat oleh Widyaiswara

Pemanfaatan Media Pembelajaran untuk Meningkatkan Efektivitas Diklat oleh Widyaiswara 
Oleh : Goto Kuswanto, S.IP, MM 
(Widyaiswara Madya Kantor Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Banyumas) 
Dipublikasikan di www.diklatbanyumas.net tanggal 02 Maret 2012 

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pendidikan dalam pembangunan nasional berupa mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, artinya manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan pendidikan nasional, apabila ditinjau dari taksonomi tujuan pendidikan lebih memfokuskan pada ranah afektif atau sikap. Ranah afektif terlihat pada kalimat Beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti luhur, kepribadian yang mantap dan rasa tanggung jawab. Ranah kognitif pada kalimat pengetahuan dan ranah psikomotor pada kalimat keterampilan dan kesehatan jasmani. 

Kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif peserta didik untuk membangun makna atau pemahaman terhadap suatu objek atau suatu peristiwa. Sedangkan, kegiatan mengajar merupakan upaya kegiatan menciptakan suasana yang mendorong inisiatif, motivasi dan tanggung jawab pada peserta didik untuk selalu menerapkan seluruh potensi diri dalam membangun gagasan melalui kegiatan belajar sepanjang hayat. Gagasan dan pengetahuan ini akan membentuk keterampilan, sikap, dan perilaku sehari-hari sehingga peserta didik akan berkompeten dalam bidang yang dipelajarinya. Kegiatan belajar dan mengajar inilah yang disebut orang sebagai pembelajaran (Depdiknas, 2003 : 10).

Alat bantu belajar merupakan semua alat yang dapat digunakan untuk membantu peserta didik melakukan perbuatan belajar, sehingga kegiat¬an belajar menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan bantuan berbagai alat, maka pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkrit, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga, dan hasil belajar lebih bermakna. Alat bantu belajar disebut juga alat peraga atau media belajar, misalnya dalam bentuk bahan tercetak, alat-alat yang dapat dilihat, alat yang dapat didengar (media audio), dan alat-alat yang dapat didengar dan dilihat (audio visual aids), serta sumber–sumber masyarakat yang dapat dialami secara langsung (Hamalik, 1999 : 51).

Media pembelajaran adalah sarana yang dapat dimanipulasikan dan dapat digunakan mempengaruhi pikiran, perasaan, perhatian dan sikap peserta didik, sehingga mempermudah terjadinya proses pembelajaran. Pikiran, perasaan, perhatian dan sikap peserta didik dalam pembelajaran dapat dirangsang dengan menggunakan media pembelajaran. Pemanfaatan media pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran.

Efektifitas dapat diartikan sejauh mana hal-hal yang direncanakan dapat terlaksana.dalam arti bahwa apabila hasilnya menunjukan presentase yang besar atau tidak jauh dari perencanan maka dapat dikatakan bahwa hal tersebut cukup efekif dan sebaliknya apabila hasilnya jauh dari perencanaan yang ada maka dapat dikatakan hal tersebut tidak efektif (Henyat, 1993: 50). Dengan digunakannya media pembelajaran, maka diharapkan peserta didik akan mudah dalam menyerap mata pelajaran yang dipelajari, sehingga akan mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.  

Karya Tulis Ilmiah selengkapnya, dapat diunduh dalam format PDF.

Silakan KLIK DI SINI untuk MENGUNDUH 
Jika link di atas tidak berfungsi, silakan copy paste link di bawah ini ke dalam browser Anda :
www.diklatbanyumas.net/kti/goto/media_pembelajaran.pdf

Layanan Prima Bukti Keberhasilan Perpustakaan

LAYANAN PRIMA BUKTI KEBERHASILAN PERPUSTAKAAN 
Oleh : Nurhasyim 
(Widyaiswara Madya Kantor Diklat Kab. Banyumas) 
Dipublikasikan pada tanggal 02 Maret 2012 di www.diklatbanyumas.net 

Lembaga Perpustakaan merupakan lembaga non profit yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi penggunan serta sebagai sumber informasi. Perpustakaan yang memiliki keinginan untuk maju, berkembang dan unggul tentunya harus didukung dengan pelayanan secara maksimal. Kualitas layanan di Perpustakaan sangat penting, karena sifat yang menjual jasa dan bukan bisnis, seperti yang kita ketahui bahwa pelayanan di Perpustakaan dengan pelayanan di toko-toko buku berbeda. Mungkin memang dari visi lembaga berbeda. Perpustakaan lembaga non profit, tetapi toko buku adalah sifatnya yang profit.

Mutu  layanan sangat penting diperpustakaan dari segi sarana maupun prasarana yang diberikan, pengguna dibuat lebih mudah dan nyaman ketika berada di dalam perpustakaan apalagi ketika memanfaatkan pada layanan-layanan yang ada. Faktor kepuasan pengguna, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna. Apakah sebagai pengguna perpustakaan sudah merasa puas dari semua bentuk layanan yang ada?

Indikator yang dapat menjadi pertimbangan dalam mempengaruhi kepuasan pengguna, antara lain adalah:

1. Kepuasan Pemakai
  1. Kemampuan perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan pengguna
  2. Struktur lembaga organisasi, penempatan staff serta petugas ataupun pustakawan itu sendiri agar dapat memenuhi pelayanan pengguna secara maksimal sesuai bidangnya.
  3. Kualitas dari pustakawan dalam memenuhi pelayanan pengguna serta kinerjanya dalam bidang kepustakaan
  4. Kebutuhan-kebutuhan yang terpenuhi sehingga pengguna akan merasa puas, walaupun diakui tak ada satu perpustakaan di dunia ini yang bisa memenuhi kebutuhan pengguna.
  5. Kepribadiaan dalam pelayanan, yang memang utama dalam pemberian layanan sehingga ini merupa-kan faktor utama. Misalnya dari senyum, sapa, dan salam.

2. Kebutuhan Pengguna yang Beragam
Perpustakaan memang berbeda dengan toko buku, karena perpustakaan menjual jasa tetapi toko-toko buku menjual barang, sehingga pelayanan toko buku sangat ramah, asik, dan nyaman. Tetapi staf perpustakaan ataupun pustakawan jangan sampai kalah dengan pelayanan yang disajikan oleh pelayan toko buku. Kebutuhan pengguna yang beragam sehingga petugas perpustakaan harus jeli melihat kebutuhan pengguna sehingga sasaran dari koleksi yang ada sesuai dengan kebutuhan pengguna. Maka dari itu kritik dan saran dari pengguna perpustakaan penting untuk bisa menilai kepuasan pengguna serta kebutuhan pengguna.

3. Sikap pelayanan yang baik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pelayanan dapat berarti : membantu, meladeni/ mengurus yang diperlu-kan orang lain atau mengindahkan (memperhati¬kan, memperdulikan).Melayani pengguna dengan baik dan maksimal tidak hanya berbekal teori tetapi juga dalam pengalaman nyata, baik itu dari kajian bidangnya atau bahkan modal sikap kepribadian seseorang yang baik dalam setiap sikap dan tindakan dalam melayani pengguna.Modal yang harus dimiliki dalam melayani adalah:
  1. Mempunyai Kepribadian yang baik; Orang yang memiliki kemauan menolong orang lain, rendah hati, peka terhadap kebutuhan orang lain, ramah, sabar, komunikatif, terbuka, tekun dan teliti
  2. Mempunyai dasar iman yang baik; Dasar iman memang penting setiap tindakan dan ucapan kita. Sehingga iman yang baik tentunya mempunyai tingkat kepedulian sosial tinggi, pengertian, dedikasi, komitmen, dll.
  3. Mampu mendisiplinkan diri dan berpikir positif; Orang yang professional tentunya bisa menempatkan dirinya dari mulai kedisi-plinannya, jangan sampai kita menyuruh staf lain/orang lain untuk disiplin tatapi kita sendiri belum di-siplin. Maka dari itu mulai sekarang ta-namkanlah nilai kedi-. siplinan. Pikiran positif terhadap pengguna, sesama rekan kerja ataupun atasan perlu kita kembangkan, sehingga dengan ber-pikir positif dapat menjadi kunci keber-hasilan dalam melakukan komunikasi dan sosialisasi terhadap orang lain.
  4. Kompetensi Sosial; Pemikiran-pemi-kiran orang lain, perasaan, serta penderitaan orang lain. Empati sangat kita butuhkan ketika menghadapi pengguna yang sedang mempunyai masalah dan kebutuhan akan informasi
  5. Mempunyai keinginan, dan kesadarandalam mengutamakan kepentingan pribadi.

4. Pustakawan harus Kreatif
Dalam melayani pengguna, pustakawan bisa menilai pangsa pasar yang sedang berkembang. Selain itu juga diharapkan bisa proaktif mengumpulkan, mempelajari dan mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan pengguna.
Menurut Joanne Mar-shall dalam artikel Syamsu Alam H, 11 kompetensi yang harus dimilki yang berkecimpung dalam dunia informasi sebagai berkut:
  1. Memiliki pengetahuan keahlian tentang kandungan sumber daya informasi, termasuk kemampuan mengevaluasi secara kritis dan meyakinkannya
  2. Memiliki pengetahuan pokok khusus yang tepat bagi usaha organisasi atau klien
  3. Mengembangkan dan mengelola layanan in-formasi yang efektif ongkos, aksesible, dan mudah dipadukan dengan panduan organisasi
  4. Memberikan penutun dan dukungan bagi pengguna perpustakaan dan jasa informasi
  5. Menilai kebutuhan informasi dan merancang serta memasarkan nilai tambah dan produk informasi untuk memenuhi keper-luan yang diidentifikasikan.
  6. Menggunakan teknologi informasi tepat guna untuk membangun, mengorganisi serta menerangkan informasi
  7. Menggunakan pendekatan manajemen dan bisnis yang tepat untuk mengkomunikas-kan peranan jasa in-formasi kepada mana¬jemen senior
  8. Kembangkan produk informasi khusus un-tuk dipakai di dalam maupun luar organisasi atau pelanggan individu
  9. Mengevaluasi hasilpenggunaan informa¬si dan melaksanakan penelitian berkaitan dengan pemecahan manajemen informasi
  10. Menyempurnakan se-cara berkelanjutan ja¬sa informasi untuk menjawab tantangan yang berubah
  11. Menjadi anggota tim manajemen senior yang efektif dan kon-sultan organisasi da-lam isu informasi.

5. Kompetensi Pustakawan di Era Global
  1. Kreatif, proaktif, dan percaya diri tinggi
  2. Adanya kemauan untuk memperbaiki diri dan berubah
  3. Jujur dan bermoral
  4. Mudah bergaul dan siap bekerja sama dengan siapapun
  5. Berkepribadian dan penampilan menarik
  6. Tidak Gagap TI
  7. Menguasai bahasa asing
  8. Berpikir secara global, dll.

Melalui kompetensi diatas pelayanan oleh pustakawan pasti bisa lebih baik jika ditunjang dari aspek diatas. Sehingga pelayanan dapat lebih baik dan lebih maksimal.

Pelayanan Perpustakaan hendaknya dibarengi dengan kemampuan dari petugas perpustakaan/pustakawan itu sendiri. Aspek-aspek yang terkait dengan kepustakaan hendaknya dimiliki oleh setiap petugas. Sikap pelayanan yang baik memacu terhadap kepuasan pengguna, sehingga pengguna lebih nyaman dan intensitas kunjungan pasti lebih sering. Kepribadian petugas perpustakaan dalam melayani pengguna dan peka terhadap kebutuhan pengguna menjadi kunci dalam keberhasilan layanan perpustakaan. Bisa memilih prioritas layanan. Tingkat kedisiplinan, kreatifitas, proaktif dan bisa membaca kebutuhan pengguna serta pelayanan diri seperti salam, sapa dan senyum sangat dibutuhkan oleh setiap petugas perpustakaan.

Menyikapi perkembangan hendaknya pustakawan dituntut agar mempunyai kompetensi yang berhubungan dengan teknologi informasi, penguasaan bahasa internasional.

DAFTAR PUSTAKA
  • Darmono. 2007. Peningkatan Citra dan Pengembangan Profesionalisme Pustakawan: oleh Pustakawan dan Untuk Pustakawan. Buletin Media Pustakawan, vol 14 No. 3 dan 4 Desember 2007. Ja-karta: Pusat Pengem-bangan Pustakawan PNRT
  • Sudarminingsih, Sri Poernomowati. 2010. Meningkatkan Kualtas Layanan Perpustakaan. Media Pustaka Ed. 3 Juli September 2010. Semarang: Badan Arsip dan perpustakaan pemprov Jateng
  • Sulistyo-Basuki (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta ;Gramedia
  • Wulandari, Dian. 2010. Sikap Melayani. Buletin Media Pustakawan, vol 17 No. 1 dan 2 Juni 2010. Jakarta: Pusat Pengembangan Pustakawan PNRI.

Prospektif Perpustakaan dan Seputar Pendidikan Formal

PROSPEKTIF PERPUSTAKAAN DAN SEPUTAR PENDIDIKAN FORMAL 
Oleh : Nurhasyim 
(Widyaiswara Madya Kantor Diklat Kab. Banyumas) 
Dipublikasikan tanggal 02 Maret 2012 di www.diklatbanyumas.net 

Harapan seseorang untuk mengaktualisasikan diri sangatlah beragam, salah satunya melalui pendidikan formal yang ditempuhnya. Ada kalanya pendidikan formal dapat mencerminkan keberadaan seseorang baik dari segi intelektual maupun ekonomi, sehingga kadang-kadang demi untuk meningkatkan harkat, martabat, dan status sosial, maka seseorang menempuh pendidikan formal jurusan tertentu.globalisasi banyak menawarkan kesempatan bagi masyarakat luas untuk mengembangkan diri melalui pendidikan formal yang bisa dikembangkan menjadi pendidikan profesi. Salah satu pendidikan formal yang mulai diperhitungkan keberadaannya dan diharapkan bisa bersaing dengan jurusan-jurusan lain adalah Jurusan Perpustakaan.

Pendidikan formal perpustakaan bagi sebagian orang mungkin masih terasa asing di tengah maraknya jurusan baru yang bagi sementara orang dianggap lebih prospektif. Sedangkan jurusan perpustakaan lebih terkesan tidak menarik, membosankan, dan kurang marketable, sehingga membuat orang tidak melirik pada jurusan yang satu ini. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya sungguh di luar dugaan dan sekaligus membahagiakan. Beberapa Universitas Negeri dan bahkan Universitas Terbuka merencanakan untuk membuka Jurusan S1  Perpustakaan, sedangkan untuk program D III sudah banyak diselenggarakan oleh PTN dan PTS. Khusus untuk Universitas Terbuka (UT) pada saat ini telah menyelenggarakan pendidikan formal D II Perpustakaan yang dipusatkan di kabupaten/kota. Hasilnya ternyata di luar dugaan, animo masyarakat sangat luar biasa, terbukti dari banyaknya peminat yang mengkuti pendidikan ini, Jadi, salah jika beranggapan bahwa jurusan perpustakaan tidak prospektif. 

Penyelenggaraan pendidikan ini memang tidak dipusatkan pada satu tempat atau kampus tertentu, tetapi diselenggarakan di kabupaten/kota secara mandiri. Sedangkan untuk pelaksanaan ujian tetap mengikuti peraturan dari UT. Cara jemput bola ini ternyata lebih efektif dalam menjaring peserta, karena mereka tidak perlu mengikuti tutorial sampai ke luar kota.Hampir di semua kabupaten/kota di Jawa Tengah, telah menyelenggarakan pendidikan formal D II Perpustakaan ini. Bila dilihat dari banyaknya peminat tak perlu diragukan lagi bahwa jurusan perpustakaan sangat prospektif. Dalam perkembangannya, masyarakat makin menyadari bahwa setiap institusi baik pemerintah maupun swasta memerlukan tenaga profesional untuk mengelola perpustakaan, dan hal ituhanya bisa dilakukan oleh SDM yang paling tidak memiliki latar belakang pendidikan formal perpustakaan. 

Apabila dilihat dari prospek ke depan, jurusan ini memang sangat menjanjikan, karena kenyataannya semua institusi yang memiliki pusat informasi, dokumentasi, dan perpustakaan maupun sekolah-sekolah sangat membutuhkan tenaga pengelola perpustakaan. Namun apakah benar bagi alumni perpustakaan dapat ditampung pada institusi yang ada ?

Dari animo masyarakat yang begitu besar terhadap pendidikan perpustakaan maka menjadi nilai tambah bagi pustakawan untuk mengembangkan ilmunya sehinga Pustakawan banyak yang menjadi Tutorial di Universitas terbauka ;

1. Tutorial
Setiap penyelenggaraan pendidikan formal pasti dikehendaki hasil yang optimal sebagai bukti bahwa pendidikan tersebut memang dibutuhkan, demikian juga untuk pendidikan D II UT ini. Untuk memperoleh hasil yang optimal perlu direncanakan secara matang baik untuk kurikulum pembelajaran maupun tutornya. Untuk kurikulum pembelajaran telah disesuaikan dengan kebutuhan untuk pendidikan D II yang harus dipenuhi. Tutor untuk materi-materi teknis idealnya adalah tenaga-tenaga yang memiliki latar belakang pendidikan formal perpustakaan. Hal ini disebabkan tuntutan profesionalisme, karena paling tidak para tutor mampu dan mengusai materi yang disampaikan. Jika memang dikehendaki hasil yang maksimal, maka haruslah dipertimbangkan dari sisi tutorial. Setiap orang mungkin bisa menyampaikan materi seperti yang tertuang dalam modul, akan tetapi apabila hanya sekedar menyampaikan mungkin akan dangkal materi yang diperoleh para peserta. Alangkah lebih sempurna apabila teori yang disampaikan disertai oleh contoh-contoh yang konkrit seputar kegiatan penyelenggaraan perpustakaan. Jadi bagaimana mungkin seorang tutor yang tidak pernah melakukan pekerjaan di lingkup perpustakaan akan dengan jelas dan gamblang menjelaskan materi bersangkutan. Idealnya para tutor pendidikan formal D II ini lebih banyak membekali dengan materi-materi yang sifatnya teknis dari pada manajerial, karena lulusan D II ini memang akan lebih banyak manitikberatkan pada pekerjaan teknis dari pada pekerjaan manajerial.

2. Kuantitas dan Kualitas
Apabila dilihat dari segi kuantitas memang jumlah peserta/mahasiswa bisa melebihi target. Kenyataan ini dapat dilihat dari besarnya animo masyarakat untuk mengikuti tutorial, sehingga harus dibagi dalam beberapa kelas untuk setiap materi. Melihat jumlah peserta yang bisa dikatakan optimal ini, membuktikan bahwa masyarakat luas sudah familiar dengan perpustakaan dan kegiatan-kegiatan yang melingkupinya. Situasi dan kondisi ini juga membuktikan bahwa kegiatan pemasyarakatan perpustakaan berjalan maksimal.

Setiap penyelenggaraan pendidikan formal selalu diharapkan hasil yang maksimal, yaitu para alumni yang berkualitas. Hasil yang berkualitas akan diperoleh selain dari usaha peserta sendiri tentunya adalah dari tutor yang berkualitas juga. Dapat dibayangkan bahwa UT dapat menghasilkan alumni seperti yang diharapkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Jika hal tersebut benar-benar terwujud, maka betapa membanggakan bahwa lembaga perpustakaan telah memiliki tenaga-tenaga pengelola yang profesional dan siap memajukan dunia kepustakawanan Indonesia. Sehingga lembaga perpustakaan tidak lagi dipandang sebelah mata, tetapi menjadi lembaga penunjang untuk belajat sepanjang hayat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Penyelenggaraan pendidikan formal selalu mengharapkan hasil yang maksimal, yaitu tamatan para alumni yang berkualitas. Hasil yang berkualitas akan diperoleh selain dari usaha peserta sendiri tentunya adalah dari tutor yang berkualitas juga. Dapat dibayangkan bahwa UT dapat menghasilkan alumni seperti yang diharapkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Jika hal tersebut benar-benar terwujud, maka betapa membanggakan bahwa lembaga perpustakaan telah memiliki tenaga-tenaga pengelola yang profesional 

DAFTAR PUSTAKA
  • Departemen Pendidikan Nasional (2005). Perpustakaan Perguruan Tinggi, Buku Pedoman Ed.3 Jakarta, Derektorat Jendral Pendidikan Tinggi , Departemen Pendidikan Nasional RI
  • Sulistyo-Basuki (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta ;Gramedia
  • Suwarno, Wiji (2010). Ilmu Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan, Yogyakarta: Arruz Media
  • ------------------ Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta : Sagung Seto, 2007
  • ..................... Manajemen Perpustakaan: suatu pendekatan praktik. Sagung Seto: 2007


Pengumuman Hasil Ujian Sertifikasi Barang dan Jasa 10 Februari 2012

Pada tanggal 10 Februari 2012, diadakan Ujian Sertifikasi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang diselenggarakan oleh Kantor Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Banyumas. Hasil ujian tersebut sudah dapat didownload di website LKPP atau di website kami, www.diklatbanyumas.net. Dari seluruh peserta ujian, hanya 22 orang yang dinyatakan lulus.

Daftar peserta yang lulus ujian, dapat didownload pada halaman ini. Silakan klik gambar di bawah ini untuk mendownload hasil Ujian Sertifikasi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Jika gagal mengunduh, silakan copy paste link di bawah ini pada browser Anda :
http://www.diklatbanyumas.net/pengumuman/barjas.pdf

Kamis, 01 Maret 2012

Pengembangan Kecerdasan Emosional untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Peserta Diklat

PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL 
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIKLAT 
Oleh : Goto Kuswanto, S.IP, MM 
(Widyaiswara Madya Kantor Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Banyumas) 
Dipublikasikan di www.diklatbanyumas.net tanggal 01 Maret 2012 


ABSTRAK

Hasil belajar peserta didik yang tinggi merupakan tolak ukur untuk menilai keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Hasil belajar peserta didik tidak 100% ditentukan kecerdasan intelektual peserta didik (IQ) tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak kalah penting, yaitu kecerdasan emosional. Berbagai hasil kajian dan pengalaman menunjukkan bahwa dalam pembelajaran, aspek emosional lebih penting daripada aspek intelektual. Dan hal yang irasional lebih penting daripada hal yang bersifat rasional. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa hal-hal yang irasional dapat membuka pikiran dan membimbing mental yang memungkinkan tumbuhnya ide-ide baru. Oleh karena itu dalam mengupayakan peserta didik untuk meraih hasil belajar yang tinggi dalam segala bidang, setiap pendidik hendaknya juga meperhatikan peran kecerdasan emosional. Dengan memilik kecerdasan emosional yang baik, peserta didik akan menunjukkan sikap belajar yang baik pula, seperti disiplin dalam belajar, tertib dalam belajar di kelas, dan memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar.

Karya Tulis Ilmiah selengkapnya, dapat diunduh dalam format PDF.

Silakan KLIK DI SINI untuk MENGUNDUH 
Jika link di atas tidak berfungsi, silakan copy paste link di bawah ini ke dalam browser Anda :
www.diklatbanyumas.net/kti/goto/kecerdasan_emosional.pdf

Kinerja Lembaga Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Kinerja Lembaga Pemberantasan Korupsi di Indonesia 
Oleh : Goto Kuswanto, S.Ip, MM 
(Widyaiswara Madya Kantor Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Banyumas) 
Dipublikasikan di www.diklatbanyumas.net tanggal 01 Maret 2012 

ABSTRAKSI 

Pemberantasan korupsi di Indonesia telah berjalan cukup lama. Berbagai upaya represif dilakukan terhadap para pejabat publik atau penyelenggara negara yang terbukti melakukan korupsi. Sudah tidak terhitung telah banyak pejabat negara dan wakil rakyat yang merasakan getirnya hidup di hotel prodeo. Berdasarkan sejarah, selain KPK yang terbentuk di tahun 2003, terdapat 6 lembaga pemberantasan korupsi yang sudah dibentuk di negara ini yakni; (i) Operasi Militer di tahun 1957, (ii) Tim Pemberantasan Korupsi di tahun 1967, (iii) Operasi Tertib pada tahun 1977, (iv) tahun 1987 dengan Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari sektor pajak, (v) dibentuknya Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TKPTPK) pada tahun 1999, dan (vi) tahun 2005 dibentuk Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor). Pada tahun 2011, Country rank Year CPI Score Indonesia baru sebesar 3,0.  Country rank Year CPI Score mengurutkan negara-negara dalam derajat korupsi tertentu yang terjadi pada para petugas publik dan politikus. Indeks ini merefleksikan pandangan pelaku bisnis dan pengamat dari seluruh dunia termasuk para ahli yang menjadi penduduk pada negara yang dievaluasi.

Karya Tulis Ilmiah selengkapnya, dapat diunduh dalam format PDF.

Silakan KLIK DI SINI untuk MENGUNDUH 
Jika link di atas tidak berfungsi, silakan copy paste link di bawah ini ke dalam browser Anda :
www.diklatbanyumas.net/kti/goto/kinerja_lembaga_pemberantasan_korupsi.pdf

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons